Cerita Dari : Andri L
DMS-MEDIA.WEB.ID - Di tengah geliat pembangunan nasional, Sulawesi Tengah (Sulteng) menyimpan tantangan sekaligus peluang besar dalam urusan infrastruktur, khususnya di wilayah kepulauan dan pesisir. Jembatan gantung antar pulau, yang seharusnya menjadi penghubung vital bagi ribuan warga di daerah seperti Banggai, Togean, atau Luwuk Selatan, masih belum menjadi prioritas utama. Padahal, inilah ruang yang paling strategis untuk menerapkan teknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai motor pembangunan modern.
Kita sudah menyaksikan bagaimana dunia bergerak ke arah infrastruktur cerdas: survei dilakukan dengan drone berbasis AI, desain struktur diproses oleh sistem pemodelan pintar, hingga pemantauan jembatan dilakukan real-time melalui sensor yang memberi peringatan dini atas potensi kerusakan
Mengapa ini penting bagi Sulteng?
Karena kondisi geografis kita yang menantang menuntut pendekatan teknologi tinggi, bukan metode konvensional. Membangun jembatan antar pulau tanpa teknologi adalah pekerjaan mahal dan lambat. Sementara dengan bantuan AI, waktu konstruksi bisa dipangkas, biaya lebih efisien, dan—yang paling penting—struktur menjadi lebih aman dan berkelanjutan.
Proyek percontohan seperti pembangunan jembatan gantung di pesisir Luwuk bisa menjadi tonggak sejarah. Jika pemda berani membuka ruang inovasi, Sulteng bisa menjadi daerah pertama di Indonesia Timur yang mengintegrasikan AI dalam proyek infrastruktur mikro.
Tentu, ada tantangan: keterbatasan SDM, minimnya dukungan regulasi daerah, serta sinyal teknologi yang belum merata. Tapi bukankah itu tugas pemerintah dan mitra daerah untuk mencari solusi—bukan alasan untuk berhenti?
Pemerintah Provinsi Sulteng seharusnya bisa mengambil inisiatif. Libatkan kampus teknik di Palu. Gandeng startup lokal dari Makassar atau Jakarta. Sampaikan kepada pemerintah pusat bahwa Sulteng tidak ingin terus menjadi penonton dalam revolusi digital pembangunan.
Karena masa depan pembangunan bukan lagi soal siapa punya anggaran terbesar, tapi siapa yang paling cerdas memanfaatkannya.
Jika Jakarta membangun dengan AI, kenapa Luwuk tidak? Jika kota lain memantau jembatannya dengan sensor pintar, kenapa Sulteng harus menunggu korban dulu baru bertindak?
AI bukan sekadar alat, tapi cermin cara berpikir maju.
Dan sudah waktunya Sulteng berpikir seperti pusat—karena masa depan Indonesia Timur ditentukan oleh siapa yang berani melompat lebih dulu.
📌 Catatan Redaksi: Opini ini disusun berdasarkan pengamatan tren infrastruktur nasional dan potensi pengembangan teknologi di Sulawesi Tengah. LogikaMedia mendorong keterlibatan aktif pemda dan masyarakat dalam menjadikan teknologi sebagai bagian dari solusi pembangunan daerah.

0Komentar