By Redaksi DMS Media

Morowali — Aksi solidaritas ratusan buruh PT Dexin Steel Indonesia (DSI) yang tergabung dalam serikat pekerja kawasan PT IMIP membuahkan hasil nyata. Setelah melakukan unjuk rasa damai selama lebih dari tujuh jam, manajemen PT DSI akhirnya mencabut Surat Pemutusan Hubungan Kerja (SPPHK) terhadap dua pekerja mereka, Nathan dan Ode, yang semula dipecat dari Departemen Logistik.

Aksi ini menjadi salah satu momentum penting dalam gerakan buruh di kawasan industri strategis Morowali. Dengan didukung penuh oleh Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Industri Morowali – KPBI (PUK SPIM-KPBI), tekanan kolektif para pekerja berhasil membuka pintu negosiasi dengan pihak manajemen, yang difasilitasi oleh PT IMIP selaku pengelola kawasan industri.

Negosiasi Alot, Hasil Signifikan

Proses perundingan berlangsung selama lebih dari empat jam dan menghasilkan sejumlah kesepakatan penting. Surat PHK terhadap Nathan dan Ode resmi dibatalkan dan digantikan dengan Surat Peringatan Tingkat I (SP1), disertai masa pembinaan yang diawasi langsung oleh manajemen.

Tak hanya itu, manajemen juga menyetujui pembatalan Surat Peringatan Tingkat II yang sebelumnya dijatuhkan kepada Ismail Hakim dari Departemen EM. Statusnya kini diturunkan menjadi SP1.

Dari delapan tuntutan utama yang diajukan buruh, enam di antaranya disepakati untuk direalisasikan secara bertahap. Di antara tuntutan tersebut adalah:

  1. Peningkatan fasilitas kesehatan dan kenyamanan kerja bagi pekerja perempuan, khususnya ibu hamil;
  2. Penghapusan perlakuan diskriminatif antara tenaga kerja asing (TKA) dan tenaga kerja Indonesia (TKI);
  3. Jaminan tertulis dari manajemen atas seluruh poin kesepakatan, yang dijadwalkan diberikan pada 11 Juli 2025.

Ancaman Baru & Tanda Tanya atas Status Objek Vital

Meski berhasil memaksakan pencabutan PHK, buruh masih menyimpan kekhawatiran. Sebanyak 11 pekerja lainnya masih berpotensi dijatuhi sanksi serupa, dan masa pembinaan terhadap Nathan dan Ode dikhawatirkan menjadi celah bagi tekanan psikologis di masa mendatang.

Selain itu, para buruh mulai mempertanyakan legitimasi status “objek vital nasional” yang selama ini disematkan kepada PT DSI. Mereka mendesak agar status tersebut ditinjau ulang karena tidak ditemukan dasar hukum yang jelas hingga saat ini.

Solidaritas yang Membuahkan Hasil

Kesuksesan aksi ini menjadi simbol kekuatan kolektif pekerja dalam memperjuangkan hak-haknya secara legal dan terorganisir. Namun, seperti yang ditegaskan perwakilan serikat buruh, kemenangan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari pengawalan berkelanjutan terhadap realisasi janji-janji manajemen.

“Kita akan terus mengawal semua kesepakatan. Jangan sampai pencabutan PHK ini hanya menjadi cara perusahaan meredam suara pekerja,” ujar salah satu koordinator lapangan.

Catatan Redaksi :

Aksi buruh di PT DSI ini menunjukkan bahwa penyelesaian konflik industrial bisa dicapai melalui jalur dialog, asal dibarengi tekanan sosial yang kuat dan advokasi hukum yang konsisten. Persoalan PHK semena-mena, ketidakjelasan status hukum perusahaan, serta perlakuan tidak setara terhadap pekerja harus menjadi perhatian pemerintah dan pengelola kawasan industri untuk memastikan keadilan industrial tetap terjaga di tengah ekspansi ekonomi.

(Andri)